Padum Keu Kee, Padum Keu Kah: Refleksi untuk Aceh Berintegritas
Padum Keu Kee, Padum Keu Kah: Refleksi untuk Aceh Berintegritas
No Thumbnail Available
Date
2024-03-03
Authors
Taufiq A. Gani
Journal Title
Journal ISSN
Volume Title
Publisher
Dialeksis
Abstract
Permasalahan kontemporer di Aceh, yang secara konsisten menghadapi tantangan terkait APBA (anggaran daerah), perumusan pikiran pokok (Pokir), dan alokasi dana otonomi khusus. Kekhawatiran melalui beberapa opini di Serambi Indonesia dan Kumparan mengenai fenomena di Aceh dan tingkat nasional. Frasa "Padum Keu Kee, Padum Keu Kam" diterjemahkan sebagai "Berapa Untuk Aku, Berapa Untuk Kau" dalam Bahasa Indonesia dan membawa konotasi negatif, menunjukkan terjadinya penipuan dalam perencanaan anggaran dan pengadaan. Kepastian kesepakatan pada tahap awal menjadi krusial dalam pemilihan penyedia barang dan jasa, seperti terlihat dalam kasus penipuan pembangunan dermaga di Sabang.
Ketergantungan berbagai lapisan masyarakat Aceh pada anggaran pemerintah daerah. Artikel ini menekankan perlunya Aceh membangun peradaban yang bermartabat dan berintegritas melalui perencanaan yang matang, manajemen keuangan yang bijaksana, dan menghindari praktik korupsi. Dilema antara integritas politik dan kepentingan pribadi, terutama terlihat dalam tingginya biaya politik, dibahas secara mendalam. Perubahan paradigma dalam penyusunan anggaran, mendorong legislator untuk memimpin dengan contoh dan memberikan prioritas pada integritas serta komitmen terhadap kepentingan publik dalam setiap keputusan anggaran. Dengan demikian, mereka dapat berkontribusi pada pembangunan Aceh yang lebih kuat, transparan, dan berintegritas.
Description
Pencapaian Aceh yang lebih baik tidak hanya bergantung pada upaya lokal, tetapi juga perubahan tingkat nasional. Pentingnya reformasi kebijakan pelaporan dan akuntabilitas bagi partai politik dan anggota legislatifnya di tingkat nasional disoroti. Penulis mendukung penerapan kebijakan akuntabilitas yang ketat dan konsisten, baik secara nasional maupun khususnya di Aceh, untuk memastikan bahwa reformasi anggaran dan politik bukan hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar menjadi kenyataan. Ini dianggap sebagai langkah esensial menuju pembangunan Aceh yang tidak hanya bermartabat dan berintegritas, tetapi juga progresif dan inklusif.